Sabtu, 29 Oktober 2011

lamut


Lamut adalah sebuah tradisi berkisah yang berisi cerita tentang pesan dan
nilai-nilai keagamaan, sosial dan budaya Banjar. Lamut merupakan seni cerita bertutur, seperti wayang
atau cianjuran. Bedanya, wayang
atau cianjuran dimainkan dengan
seperangkat gamelan dan kecapi, sedangkan lamut dibawakan dengan
terbang, alat tabuh untuk seni hadrah. Mereka yang baru melihat seni lamut
selalu mengira kesenian ini mendapat
pengaruh dari Timur Tengah. Pada masa Kerajaan Banjar dipimpin Sultan Suriansyah, lamut hidup bersama seni tutur Banjar yang lain,
seperti Dundam, Madihin, Bakesah, dan Bapantun.[1] Pelaksanaan Lamut akan dilakukan
pada malam hari mulai pukul 22.00
sampai pukul 04.00 atau menjelang
subuh tiba. Pembawa cerita dalam
Lamut ini diberi julukan Palamutan.
Pada acara, Palamutan dengan membawa terbang besar yang
diletakkan dipangkuannya duduk
bersandar di tawing halat (dinding
tengah), dikelilingi oleh pendengarnya
yang terdiri dari tua-muda laki-
perempuan. Khusus untuk perempuan disediakan tempat di sebelah dinding tengah tadi.[2] Sejarah Lamut berasal dari negeri China, bahasanya pun semula menggunakan bahasa Tionghoa kemudian di terjemahkan kedalam bahasa Banjar. Datangnya lamut di tanah Banjar
kira-kira pada tahun 1816 yang di
bawa oleh para pedagang Tionghoa ke Banjar hingga ke Amuntai, konon orang-orang dulu sangat
menyukainya karena lamut membawa
cerita yang sangat banyak dan
merupakan cerita pengalaman di
banyak negeri yang di sampaikan secara bertutur[1]. Ceritanya, di Amuntai, Raden Ngabe bertemu pedagang China pemilik kapal
dagang Bintang Tse Cay. Dari
pedagang itulah ia pertama kali
mendengar alunan syair China.
Dalam pertemuan enam bulan
kemudian, Raden Ngabe mendapatkan salinan syair China tersebut. Sejak itulah Raden Ngabe
mempelajari dan melantunkannya,
tanpa iringan terbang. Lamut mulai
berkembang setelah warga minta
dimainkan setiap kali panen padi
berhasil baik. Ketika kesenian hadrah masuk di daerah ini, Lamut
mendapat iringan terbang. Seni bertutur itu disebut lamut
karasmin karena menjadi hiburan
pada perkawinan, hari besar
keagamaan, maupun acara nasional.
Lamut juga digunakan dalam proses
batatamba (penyembuhan penyakit). Orang yang punya hajat dan terkabul
biasanya juga mengundang
palamutan. Kata "lamut", konon
berasal dari bahasa Arab, laamauta (ﺕﻭﻤﻻ ) yang artinya tidak mati[1]. Macam-macam Lamut Lamut Batatamba Lamut Batatamba (Lamut
pengobatan) berfungsi sebagai
pengobatan, misalnya untuk anak
yang sakit panas yang tidak sembuh-
sembuh, atau ada orang yang sulit
melahirkan dan lain-lain. pertunjukan lamut batatamba haus
disertai dengan sejumlah
persyaratan, yaitu piduduk yang
terdiri dari perangkat piduduk
(sesaji), kemenyan atau perapin
(dupa), beras kuning, garam, kelapa utuh, gula merah, dan sepasang benang-jarum. Setelah itu dilakukan tepung tawar dengan mahundang-
hundang (mengundang) roh halus,
membacakan doa selamat, dan
memandikan air yang telah didoakan kepada si sakit[1]. Lamut Baramian Lamut Baramian (Lamut Hiburan)
biasa dihadirkan untuk mengisi acara
perkawinan, syukuran, khitanan dan
acara hiburan lainnya. Bila pada wayang ada tokoh punakawan yang terdiri dari Semar,
Gareng, Petruk, dan Bagong, pada
Lamut tokohnya adalah Paman Lamut
serta tiga anaknya; Anglung,
Angsina, dan Labai Buranta.
Sedangkan ceritanya sudah berpakem seperti wayang purwa, tentang
kerajaan yang dipimpin Prabu Awang
Selenong. Meski tokoh dan pakem cerita lamut
tertentu, pengembangan cerita tetap
dimungkinkan sesuai kemampuan si
pelamutan dalam meramu. Ramuan
cerita itu bisa disadur dari kisah
Panji, Andi-andi, atau Tutur Candi, bahkan cerita 1.001 malam. Kisah
juga bisa menjadi dramatis dengan
lakon yang gagah berani atau
romantis. Masyarakat Banjar paling
mengharapkan kisah percintaan
antara Junjung Masari dan Kasan
Mandi. Para penonton hanyut ketika
mendengar kisah percintaan kedua
tokoh itu dalam syair pantun bahasa Banjar. Lamut juga digemari warga
keturunan Tionghoa di Banjarmasin. Mereka kerap minta lamut dimainkan
saat hendak sembahyang di Pulau Kembang di tengah Sungai Barito di Banjarmasin[1]. Fungsi Lamut Lamut berfungsi : 1. Sebagai media dakwah agama Islam dan muatan pesan–pesan pemerintah atau pesan dari
pengundang Lamut. 2. Sebagai hiburan 3. Manyampir, yaitu tradisi bagi
keturunan palamutan. 4. Hajat seperti untuk tolak bala atau
doa selamat pada acara kelahiran
anak, khitanan atau sunatan,
mendapat rejeki. Menurut
kepercayaan, kalau menyampir dan
hajat ini tidak dilaksanakan maka akan membuat mamingit yakni
menyebabkan sakit bagi yang
bersangkutan. 5. Sebagai pendidikan terutama
mengenai tata krama kehidupan
masyarakat Banjar. Biasanya
petatah petitih berupa nasihat, petuah atau bimbingan moral.[3] Terancam punah Seni lamut bisa dikatakan bernasib
malang karena kini di ambang punah.
Satu per satu pelamutan meninggal
dunia, sementara proses pewarisan
dan regenerasi kesenian itu mandek.
Seni berkisah itu juga semakin ditinggalkan karena generasi muda
tak lagi tertarik memainkannya. Kini,
tak ada organisasi atau lembaga yang
peduli kepada lamut, apalagi
membina munculnya pelamutan baru.

6 komentar: