Senin, 24 Oktober 2011

Riwayat Datu Sanggul


Menurut riwayat, Syekh
Muhammad Arsyad al-Banjari
pernah bertemu dengan
DatuSanggul sewaktu masih
menuntut ilmu di Mekkah.
Dalam beberapa kali pertemuan tersebut, keduanya
kemudian sharing dan diskusi
masalah ilmu ketuhanan. Hasil
dari diskusi mereka tersebut
kemudian ditulis dalam sebuah
kitab yang oleh orang Banjar dinamakan kitab Barencong.
Siapakah Datu Sanggul? Berdasarkan tutur lisan yang
berkembang dalam masyarakat
dan beberapa catatan dari
beberapa orang penulis buku,
sepengetahuan penulis
setidaknya ada tiga versi yang menjelaskan tentang sosok dan
kiprah Datu Sanggul. Versi Pertama menyatakan
bahwa Datu Sanggul adalah
putra asli Banjar. Kehadirannya
menjadi penting dan lebih
dikenal sejarah lewat lisan dan
berita Syekh Muhammad Arsyad yang bertemu dengannya ketika
beliau masih belajar di Mekkah.
Dalam suatu riwayat diceritakan
bahwa Datu Sanggul pernah
berbagi ilmu dengan Syekh
Muhammad Arsyad dan melahirkan satu kitab yang
disebut dengan kitab Barencong
yang isinya menguraikan
tentang ilmu tasawuf atau
rahasia-rahasia ketuhanan dan
sampai sekarang masih menjadi bahan perdebatan serta
diragukan keberadaannya,
karena tidak pernah ditemukan
naskahnya. Namun walaupun
demikian pengertian dari kitab
Barencong itu sendiri dapat kita tinjau dan pahami dari dua sisi,
yakni pemahaman secara
tersurat dan secara tersirat.
Secara tersurat boleh jadi kitab
tersebut memang ada, berbentuk
seperti umumnya sebuah buku dan ditulis bersama sebagai
suatu konsensus keilmuan oleh
Syekh Muhammad Arsyad dan
Datu Sanggul (hal ini
menggambarkan adanya
pengakuan dari Syekh Muhammad Arsyad akan
ketinggian ilmu tasawuf Datu
Sanggul). Kemudian secara tersirat dapat
pula dipahami bahwa maksud
kitab Barencong tersebut adalah
simbol dari pemahaman
ketuhanan Syekh Muhammad
Arsyad yang mendasarkan tasawufnya dari langit turun ke
bumi dan simbol pemahamanan
tasawuf Datu Sanggul dari bumi
naik ke langit. Maksudnya kalau
Syekh Muhammad Arsyad
belajar ilmu ketuhanan dan tasawuf berdasarkan ayat-ayat
Alquran yang telah diwahyukan
kepada Nabi Saw dan tergambar
dalam Shirah hidup beliau,
sahabat dan orang-orang sholeh
sedangkan Datu Sanggul mengenal hakikat Tuhan
berdasarkan apa-apa yang telah
diciptakan-Nya (alam), sehingga
dari pemahaman terhadap alam
itulah menyampaikannya kepada
kebenaran sejati yakni Allah, karena memang pada alam dan
bahkan pada diri manusia
terdapat tanda-tanda kekuasaan-
Nya bagi mereka yang
mentafakurinya. Dengan kata
lain ilmu tasawuf Datu Sanggul adalah ilmu laduni yang telah
dikaruniakan oleh Allah
kepadanya. Karena itulah orang
yang ingin mempelajari ilmu
tasawuf pada dasarnya harus
menggabungkan dua sumber acuan pokok, yakni berdasarkan
wahyu (qauliyah) dan
berdasarkan ayat-ayatNya
“tanda-tanda” (qauniyah) yang
terpampang jelas pada alam
atau makhluk ciptaanNya. Versi Kedua, menurut Zafri
Zamzam (1974) Datu Sanggul
yang dikenal pula sebagai Datu
Muning adalah ulama yang aktif
berdakwah di daerah bagian
selatan Banjarmasin (Rantau dan sekitarnya), ia giat
mengusahakan/memberi tiang-
tiang kayu besi bagi orang-orang
yang mendirikan masjid,
sehingga pokok kayu ulin besar
bekas tebangan Datu Sanggul di Kampung Pungguh (Kabupaten
Barito Utara) dan pancangan
tiang ulin di pedalaman
Kampung Dayak Batung
(Kabupaten Hulu Sungai
Selatan) serta makam beliau yang panjang di Kampung
Tatakan (Kabupaten Tapin)
masih dikenal hingga sekarang.
Salah satu karya spektakulernya
yang masih dikenang hingga kini
adalah membuat tatalan atau tatakan kayu menjadi soko guru
masjid desa Tatakan,
sebagaimana yang pernah
dilakukan oleh Sunan Kalijaga
ketika membuat soko guru dari
tatalan kayu untuk masjid Demak. Tidak ada yang tahu
siapa nama asli tokoh ini,
sebutan Datu Sanggul adalah
nama yang diberikan oleh Syekh
Muhammad Arsyad ketika beliau
menjawab tidak memakai ilmu atau bacaan tertentu, kecuali
“hanya menjaga keluar
masuknya nafas, kapan ia
masuk dan kapan ia keluar”,
sehingga dapat secara rutin
pulang pergi sholat ke Masjidil Haram setiap hari Jumat. Versi ketiga, berdasarkan buku
yang disusun oleh H.M. Marwan
(2000) menjelaskan bahwa
nama asli Datu Sanggul adalah
Syekh Abdus Samad, ia berasal
dari Aceh (versi lain menyebutkan dari Hadramaut
dan dari Palembang).
Sebelumnya Datu Sanggul sudah
menuntut ilmu di Banten dan di
Palembang, ia menjadi murid
ketiga dari Datu Suban yang merupakan mahaguru para datu
yang ahli agama dan mendalami
ilmu Tasawuf asal Pantai Jati
Munggu Karikil, Muning
Tatakan Rantau. Informasi lain
yang berkembang juga ada yang menyatakan bahwa nama asli
Datu Sanggul adalah Ahmad
Sirajul Huda atau Syekh Jalil.
Datu Sanggul atau Syekh Abdus
Samad satu-satunya murid
yang dipercaya oleh Datu Suban untuk menerima kitab yang
terkenal dengan sebutan kitab
Barincong, beliau juga dianggap
memiliki ilmu kewalian,
sehingga teristimewa di antara
ketigabelas orang murid Datu Suban. Datu Sanggul lebih muda wafat,
yakni di tahun pertama
kedatangan Syekh Muhammad
Arsyad di Tanah Banjar. Berkat
keterangan Syekh Muhammad
Arsyad-lah identitas kealiman dan ketinggian ilmu Datu
Sanggul terkuak serta diketahui
oleh masyarakat luas, sehingga
mereka yang asalnya
menganggap “Sang Datu”
sebagai orang yang tidak pernah shalat Jumat sehingga tidak
layak untuk dimandikan, pada
akhirnya berbalik menjadi
hormat setelah diberitakan oleh
Syekh Muhammad Arsyad sosok
Datu Sanggul yang sebenarnya. Banyak cerita yang lisan yang
beredar di masyarakat berkenaan
dengan keramat Datu Sanggul.
Diceritakan bahwa Kampung
Tatakan pernah dilanda Banjir,
akibat hujan lebat, sehingga jalan-jalan di Kampung
tergenang oleh air. Pas ketika
hari Jumat, biasanya orang
kalau mengambil air wudhu di
sungai yang mengalir, dengan
duduk di batang. Tetapi ketika Datu Sanggul datang dan
berwudhu dalam penglihatan
orang-orang di masjid beliau
menceburkan diri ke sungai,
tetapi anehnya ketika naik, badan
beliau tidak basah. Jamaah Masjid juga pernah
menyaksikan ketika shalat,
dalam beberapa menit
tubuh Datu Sanggul melayang di
udara dan hilang dari
pandangan orang banyak. Riwayat juga ada menceritakan
tentang berpindah-pindahnya
kuburan dari Datu Sanggul dari
beberapa tempat, sampai yang
terakhir di Tatakan. Berdasarkan paparan di atas
menjadi satu catatan penting,
untuk menggagas kembali
penelitian sejarah yang
mengungkapkan riwayat hidup
tokoh sentral masyarakat Tapin ini secara detail, guna
melengkapi dan memperkaya
khazanah tulisan-tulisan yang
sudah ada mengenai riwayat
hidup, sejarah perjuangan dan
kiprah beliau di Bumi Kalimantan, seperti “Riwayat
Datu Sanggul dan Datu-Datu”
oleh sejarawan Banjar Drs. H.
A. Gazali Usman, atau pula
“Manakib Datu Sanggul”, oleh
H.M. Marwan. Tenut saja, agar generasi yang hidup di masa
sekarang dan masa mendatang
tidak pangling
terhadap sejarah dan tokoh yang
menjadi “maskot” daerah
mereka. Dalam artian bukan maksud untuk mengagung-
agungkan apalagi
mengkultuskan mereka, tetapi
untuk mengikuti jejak hidup,
perjuangan dan akhlak positif
sesuai prinsip ajaran agama yang telah ditorehkannya. Wallahua’lam.

1 komentar:

  1. ini bukan komentar tp Pasan Padatuan
    gasan KT SABARATAAN nyaman hdp kd sasat
    Biar alim dalam dunia
    Taqlik buta hidup percuma
    Bila sembahyang mencari balasannya
    Tanda munafik nampak kelihatannya
    cam itu ujar Datu mamadahi kita

    BalasHapus