Jumat, 28 Oktober 2011
katupat kandangan
Makanan ini dikenal
dengan nama Ketupat Kandangan.
Kandangan adalah sebuah kota di
Kalimantan Selatan. Kalau tidak salah, ini adalah daerah asal Hamzah
Haz, mantan Wakil Presiden RI. He
he, sudah lupa ‘kan bahwa kita pernah
punya wakil presiden bernama
Hamzah Haz yang kini tidak lagi
terdengar namanya. Untungnya, dengan masakan ketupatnya,
Kandangan tetap kondang di seluruh
Nusantara. Ketupat adalah makanan yang sangat
umum dan dapat dijumpai di
berbagai wilayah Nusantara dengan
ciri khas masing-masing. Dari
Sabang sampai Merauke, kita dapat
menemukan berbagai hidangan ketupat dengan ciri-ciri kedaerahan
yang khas. Dalam catatan saya,
beberapa sajian ketupat yang paling
saya sukai adalah: ketupat sayur di
Banda Aceh; ketupat dengan sayur
pakis di Sicincin, Sumatra Barat; ketupat sayur dengan lauk pindang
bandeng di Kebayoran Lama, Jakarta;
lontong kari di Bandung; lontong
capgomeh di Semarang; ketupat
dengan lauk rujak di Madura; tipat
cantok di Bali; dan ketupat kandangan ini. Ketupat kandangan disajikan hanya
dengan guyuran kuah santan mirip
opor, berwarna kekuningan, ditaburi
bawang merah goreng. Cara
makannya sangat khas. Sekalipun
berkuah, ketupat ini justru harus disantap tanpa sendok, melainkan
dengan tangan. Ketupatnya hanya
dibelah dua ketika disajikan, lalu
“dihancurkan” dengan tangan. Beras
Banjarmasin memang tidak pulen
seperti di Jawa. Ditanak sebagai nasi pun hasilnya seperti nasi pera yang
tidak lengket satu sama lain. Ketika
dimasak menjadi ketupat pun
nasinya masih mudah tercerai-berai
lagi. Setelah nasi ketupat itu “bubar
jalan”, masing-masing akan menyerap kuah santan, sehingga
mudah pula disuap dengan tangan.
Sungguh, cara makan yang sangat
unik. Pendamping yang cocok untuk ketupat
kandangan ini adalah ikan haruan
goreng, atau ikan haruan masak
habang (seperti bumbu bali atau
bumbu balado). Ikan haruan mirip
ikan gabus yang di Jawa sering disebut sebagai iwak kutuk, tetapi
durinya tidak terlalu banyak. Ikan
haruan Banjarmasin lebih mirip ikan
gabus dari Danau Sentani di Papua
Barat yang juga sedikit durinya, dan
dagingnya lebih gurih. Di sebuah warung ketupat kandangan
di Banjarmasin, sajian
pendampingnya termasuk sate telur
ikan haruan, sate isi perut ikan
haruan, dan telur rebus masak
habang. Dalam kunjungan terakhir ke
Banjarmasin, saya menemukan satu
lagi sajian lontong yang membuat
saya langsung “jatuh cinta” dan
terpaksa “bercerai” dengan ketupat
kandangan. Sajian yang menggetarkan ini dikenal
warga Banjarmasin dengan nama
Lontong Orari. Dulu, rumah yang
sekarang dipakai untuk berjualan
makanan ini adalah markasnya para
aktivis radio amatir yang tergabung dalam ORARI (Organisasi Radio
Amatir Republik Indonesia). Seperti
kita ketahui, para breakers ini selain
gemar cuap-cuap di udara juga
sering melakukan “copy darat” agar
dapat saling bertemu muka. Kebetulan, tidak jauh dari tempat
mereka berkumpul itu ada seorang
penjual lontong yang sungguh enak. Lama-kelamaan, penjual lontong
itupun “diakuisisi” dan kini lontong
lezat itu “go public” – tidak lagi hanya
dapat dinikmati para breakers.
Rumah besar itu selalu ramai oleh
para pelanggan setianya. Lontongnya berbentuk segitiga lebar
dan pipih. Satu porsi full berisi dua
lontong. Porsi ini benar-benar kelas
berat. Saya saja tidak mampu
menghabiskan satu lontong yang
berukuran besar itu. Seperti ketupat kandangan,
lontongnya juga diguyur opor nangka
muda. Warna kuahnya tidak sekuning
ketupat kandangan, karena bumbunya
memang tidak memakai kunyit. Cara
makannya mirip dengan ketupat kandangan, yaitu memakai tangan –
tidak memakai sendok. Lauknya disajikan dalam piring
terpisah – sebutir telur rebus dan
ikan haruan goreng masak habang.
Kuah lauk berwarna merah ini setelah
bercampur dengan kuah putih lontong
akan menghasilkan warna yang mengagumkan. Warna kuahnya
langsung membuat saya teringat
lontong capgomeh “Warung Air
Mancur” di Semarang. Lontong Orari
ini termasuk kategori mak nyuss!
Sungguh memukau. Satu catatan penting tentang kuliner
Banjarmasin yang harus saya
kemukakan di sini adalah
kecenderungan citarasa manis yang
berlebihan. Bahkan sayur asem yang
seharusnya berasa asam, tetap harus tampil manis di Banjarmasin. Orang
Banjar memang suka masakan
manis. Sepedas apapun sambal yang
ditampilkan, selalu ada tone manis
yang muncul.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar