Sabtu, 22 Oktober 2011

sejarah dan perkembangan rumah adat banjar


Rumah adat Banjar, biasa disebut juga dengan Rumah Bubungan Tinggikarena bentuk pada bagian atapnya yang
begitu lancip dengan sudut45º. BangunanRumah Adat Banjar diperkirakan telah ada sejak abad ke-16, yaitu ketika daerah Banjar di
bawah kekuasaan Pangeran Samudera yang kemudian memeluk agama Islam, dan mengubah namanya menjadi Sultan Suriansyah dengan gelar Panembahan Batu Habang. Sebelum memeluk agama Islam
Sultan Suriansyah tersebut
menganut agama Hindu . Ia memimpin Kerajaan Banjar pada tahun 1596–1620. Pada mulanya bangunan rumah adat Banjar ini memiliki konstruksi berbentuk segi empat yang memanjang ke depan. Namun perkembangannya
kemudian bentuk segi empat
panjang tersebut mendapat
tambahan di samping kiri dan kanan bangunan dan agak ke belakang ditambah dengan sebuah
ruangan yang berukuran sama
panjang. Penambahan ini dalam
bahasa Banjar disebut disumbi. Bangunan tambahan di samping
kiri dan kanan ini tamapak
menempel (dalam bahasa Banjar:
Pisang Sasikat) dan menganjung
keluar. Bangunan tambahan di kiri dan
kanan tersebut disebut juga anjung; sehingga kemudian bangunan rumah adat Banjar lebih
populer dengan nama Rumah Ba-anjung . Sekitar tahun 1850bangunan- bangunan perumahan di lingkungan keraton Banjar, terutama di lingkungan keraton Martapura dilengkapi dengan berbagai bentuk
bangunan lain. Namun Rumah Ba-anjung adalah
bangunan induk yang utama karena rumah tersebut merupakan istana tempat tinggal Sultan. Bangunan-bangunan lain yang
menyertai bangunan rumah ba-
anjung tersebut ialah yang disebut
dengan Palimasan sebagai tempat penyimpanan harta kekayaan
kesultanan berupa emas dan perak . Balai Laki adalah tempat tinggal para menteri kesultanan, Balai Bini tempat tinggal para inang
pengasuh, Gajah Manyusutempat tinggal keluarga terdekat
kesultanan yaitu para Gusti-Gusti
dan Anang. Selain bangunan-bangunan tersebut
masih dijumpai lagi bangunan-
bangunan yang disebut dengan Gajah Baliku,Palembangan , dan Balai Seba. Pada perkembangan selanjutnya,
semakin banyak bangunan-
bangunan perumahan yang
didirikan baik di sekitar kesultanan
maupun di daerah-daerah lainnya
yang meniru bentuk bangunan rumah ba-anjung. Sehingga pada akhirnya bentuk
rumah ba-anjung bukan lagi hanya
merupakan bentuk bangunan yang
merupakan ciri khas kesultanan
(keraton), tetapi telah menjadi
ciri khas bangunan rumah penduduk daerah Banjar.Kemudian bentuk bangunan rumah
ba-anjung ini tidak saja menyebar
di daerah Kalimantan Selatan,
tetapi juga menyebar sampai-
sampai ke daerah Kalimantan
Tengah dan Kalimantan Timur. Sekalipun bentuk rumah-rumah yang
ditemui di daerah Kalimantan
Tengah dan Kalimantan Timur
memiliki ukuran yang sedikit
berbeda dengan rumah Ba-anjung
di daerah Banjar, namun bentuk bangunan pokok merupakan ciri
khas bangunan rumah adat Banjar
tetap kelihatan. DiKalimantan Tengah bentuk rumah ba-anjung ini dapat
dijumpai di daerah Kotawaringin Barat , yaitu diPangkalan Bun, Kotawaringin Lama dan Kumai. Menyebarnya bentuk rumah adat
Banjar ke daerah Kotawaringin ialah melalui berdirinya Kerajaan Kotawaringin yang merupakan pemecahan dari wilayah Kerajaan
Banjar ketika diperintah oleh Sultan
Musta’inbillah. Sultan Musta’inbillah memerintah
sejak tahun 1650sampai 1672 , kemudian ia digantikan oleh Sultan Inayatullah . Kerajaan Kotawaringin yang merupakan pemecahan wilayah
Kerajaan Banjar tersebut
diperintah oleh Pangeran Dipati
Anta Kesuma sebagai sultannya
yang pertama. Menyebarnya bentuk rumah adat
Banjar sampai ke daerah Kalimantan Timur disebabkan oleh banyaknya penduduk daerah Banjar
yang merantau ke daerah ini, yang
kemudian mendirikan tempat
tinggalnya dengan bentuk
bangunan rumah ba-anjung
sebagaimana bentuk rumah di tempat asal mereka. Demikianlah pada akhirnya
bangunan rumah adat Banjar atau
rumah adat ba-anjung ini
menyebar kemana-mana, tidak
saja di daerah Kalimantan Selatan , tetapi juga di daerah Kalimantan Tengah dan Kalimantan Timur.Akan tetapi sekarang dapat
dikatakan bahwa rumah ba-anjung
atau rumah Bubungan Tinggi yang
merupakan arsitektur klasik Banjar itu tidak banyak dibuat lagi. Sejak tahun 1930 -an orang-orang Banjar hampir tidak pernah lagi
membangun rumah tempat tinggal
mereka dengan bentuk rumah ba-
anjung. Masalah biaya pembangunan rumah dan masalah areal tanah serta masalah mode nampaknya telah menjadi pertimbangan yang
membuat para penduduk tidak mau
membangun lagi rumah-rumah
mereka dengan bentuk rumah ba-
anjung. Banyak rumah ba-anjung yang
dibangun pada tahun-tahun
sebelumnya sekarang dirombak
dan diganti dengan bangunan-
bangunan bercorak modern sesuai selera zaman. Tidak jarang dijumpai di
Kalimantan Selatan si pemilik
rumah ba-anjung justru tinggal di
rumah baru yang (didirikan
kemudian) bentuknya sudah
mengikuti mode sekarang. Apabila sekarang ini di daerah
Kalimantan Selatan ada rumah-
rumah penduduk yang memiliki
gaya rumah adat ba-anjung, maka
dapatlah dipastikan bangunan
tersebut didirikan jauh sebelum tahun 1930. Untuk daerah Kalimantan Selatan
masih dapat dijumpai beberapa
rumah adat Banjar yang sudah
sangat tua umurnya seperti di Desa
Sungai Jingah, Kampung Melayu Laut
di Melayu, Banjarmasin Tengah, Banjarmasin , Desa Teluk Selong Ulu, Maratapura, Banjar, Desa Dalam
Pagar), Desa Tibung, Desa Gambah
(Kandangan ), Desa Birayang (Barabai ), dan di Negara . Masing-masing rumah adat
tersebut sudah dalam kondisi yang
amat memprihatinkan, banyak
bagian-bagian rumah tersebut
yang sudah rusak sama sekali. Pemerintah sudah mengusahakan subsidi buat perawatan bangunan- bangunan tersebut. Namun tidak
jarang anggota keluarga pemilik rumah menolak subsidi tersebut
karena alasan-alasan tertentu ,
seperti malu atau gengsi. Karena
merasa dianggap tidak mampu
merawat rumahnya sendiri. Bagaimanapun keadaan rumah-
rumah tersebut, dari sisa-sisa yang
masih bisa dijumpai dapat
dibayangkan bagaimana
artistiknya bangunan tersebut
yang penuh dengan berbagai ornamen menarik.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar